First Attempt! :D
Selalu ada yang pertama. Entah pengalaman, pacar (sampai saat ini belum ada, tehee :P), dan yang ini tulisan.
Bukan tulisan yang pertama sih, tapi yang pertama berani diperlihatkan ke banyak orang. Mungkin karena isinya ga berhubungan sama pergalauan? haha
Anyway.. ini tulisan gw untuk 11project11days-nya nulisbuku.com. dengan tema lagu Dance With My Father-nya Luther Vandross.
Enjoy! :D
Bukan tulisan yang pertama sih, tapi yang pertama berani diperlihatkan ke banyak orang. Mungkin karena isinya ga berhubungan sama pergalauan? haha
Anyway.. ini tulisan gw untuk 11project11days-nya nulisbuku.com. dengan tema lagu Dance With My Father-nya Luther Vandross.
Enjoy! :D
Satu Permintaan
“Mama..
uhm... kata Bu Guru... uhm..” mata lelaki kecilku itu berkilat ragu.
“Kenapa
Reno sayang? Ibu Guru bilang apa?” kataku lembut memancingnya bicara. Lelaki
kecilku ini biasanya begitu penuh semangat dan pemberani.
“Itu
Ma... uhm.. katanya... Bu Guru pengen ketemu Mama”
Aku
menyelidiki wajah belianya yang tampak ketakutan.
“Tapi,
tapi aku nggak nakal di sekolah Ma.” Cerocosnya tiba-tiba, “Aku juga bingung... biasanya yang suka datang
ke sekolah itu mamanya Dika, soalnya Dika suka berantem di sekolah Ma. Tapi aku
nggak nakal kok Ma. Beneraaan!” matanya yang besar itu berkilat meyakinkanku.
Aku
tertawa melihatnya mengkeret begitu, “Hmm... kalau begitu mungkin Ibu Guru mau
ketemu mamanya murid yang pintar dan baik juga. Oke.. nanti mama telepon Ibu
Guru ya. Sekarang Mama mau mandi dulu.”
“Hahahaaa,
iya-iya, Mama bau kalau baru pulang dari kantor.” Ledek Reno sambil nyengir
lalu mencium pipiku ketika alisku naik sebelah. “Sepik Maaa!” ucapnya, entah istilah apalagi itu. Bahasa gaul anak
kelas 3 SD yang artinya bercanda, mungkin?
Aku
begitu bersyukur memiliki Reno. Lelaki kecilku itu adalah alasan aku bangun
setiap pagi dan menjalani hari. Tak ada istilah tidak mungkin dalam kamusku
setelah Reno ada. Semua harus bisa kulakukan demi lelaki kecilku itu. Harus kuat.
Anak itu tidak boleh tahu bahwa aku pernah begitu rapuh dan terpuruk sebelum ia
lahir ke dunia.
***
“Lho,
Mama, kok, belum siap-siap ke kantor?”
Pertanyaan
pertama Reno saat ia bangun pagi ini. Biasanya aku memang sudah siap dengan
setelan kerjaku. Membangunkannya untuk sarapan bersama, lalu aku berangkat
kerja. Reno pergi ke sekolah diantar ibuku.
“Hari
ini mama cuti, mau ketemu sama Bu Guru. Nanti mama jemput ya pulangnya.”
“Aku
berangkat sama Mama juga?”
“Hmm...
Reno maunya gimana?”
“Sama
Mama aja. Biar Eyang Ti hari ini libur ngantar aku. Heheee” Ia melonjak-lonjak
gembira.
Ah..
betapa momen kecil seperti ini saja bisa membuat anakku begitu bahagia. Rasa
bersalah menyergapku karena hanya punya sedikit waktu bersama Reno.
***
“Saya
mau memperlihatkan sesuatu sama Ibu Kirana, ini Reno yang buat...” Guru muda di
depanku menyerahkan surat dengan tulisan tangan Reno yang hingga kini masih
seperti cakar ayam.
“Ini
tugas bahasa Indonesia, menulis surat, Bu...” guru di depanku itu menjelaskan
dengan ramah. “Saya kaget membacanya. Bertahun-tahun saya mengajar anak seusia
Reno, tapi... ini istimewa, dan saya rasa Ibu Kirana perlu tahu.”
Aku
terenyak membaca kata-kata dalam surat itu.
Kepada,
Tuhan
Assalamualaikum,
Tuhan,
aku punya tugas menulis surat, tapi bingung mau kirim ke siapa. Jadi aku kirim
ke Tuhan aja ya ceritanya. Boleh nggak aku minta sesuatu? Tapi susaaaah...
Boleh
ga aku minta Papa dipulangin dari surga? Soalnya... hmm.. aku kangen sih sama
papa. Aku kan belum pernah ketemu. Rasanya punya papa itu gimana, sih, Tuhan?
Aku pengen tau deh. Kayaknya enak. Temen-temenku suka dibeliin mainan sama
papanya, terus jalan-jalan juga. Aku juga suka dibeliin mainan sama Mama terus
jalan-jalan. Aku seneng kok, Tuhan. Aku sayaaaang banget sama Mama, tapi pingin
tau juga kalau sama Papa beda apa nggak J
Sebenernya...
ini rahasia ya Tuhan. Jangan bilang siapa-siapa. Aku pengen Papa ke sini supaya
Mama nggak sedih. Mama itu kalau di depan aku seneng terus kayanya. Tapi kadang-kadang
aku liat Mama nangis sambil liatin foto Papa sama Mama. Mama juga suka peluk
aku kenceeeng banget kalau aku bobo sama Mama. Kadang-kadang sambil nangis
juga. Kayaknya Mama kangen banget deh sama Papa. Aku kan emang belum pernah
ketemu Papa, jadi pasti Mama lebih kangen daripada aku deh.
Apalagi
kata orang aku mirip banget sama Papa. Mama bilang mukaku mirip Papa. Katanya kalau
ketawa aku juga mirip banget sama Papa, semua orang pasti ketularan ketawa
juga. Jangan-jangan Mama sedih ya kalau liat aku? Makanya Tuhan, aku pingin Papa
dipulangin ke sini, sebentaaaar aja. Supaya Mama nggak nangis lagi. Mama pasti
kangen jalan-jalan sama Papa, terus makan bareng, bobo bareng, ngobrol-ngobrol.
Aku aja kalau Mama lagi ke luar kota pasti kangen, padahal Mama perginya cuma
sebentar. Papa perginya udah lama banget... sebelum aku lahir. Sembilan tahun.
Pasti Mama kangen banget. Siapa tau kalau Papa pulang ke sini sebentar aja Mama
nggak nangis lagi.
Itu
saja Tuhan, maaf ya aku mintanya aneh-aneh. Hehe.
Assalamualaikum
Reno
Jadi
si kecil ini mengerti?
***
Reno
masih bermain bersama teman-temannya saat aku melangkah ke lapangan setelah
diskusi dengan gurunya selesai. Begitu riang dan gembira. Setelah melihatku, ia
langsung melambai ke arah teman-temannya dan menghambur ke arahku.
Tidak
banyak saat-saat aku bisa menjemputnya di sekolah seperti ini. Kupeluk erat-erat
lelaki kecilku itu. Rambut ikalnya bau matahari.
“Ma,
Mama nangis ya? Kata Bu Guru kenapa Ma? Aku nggak nakal kan Ma?”
Aku
memandangi wajah kecilnya yang begitu polos, tidak pernah menyangka bahwa
hatinya begitu dewasa.
“Nggak
kok sayang... Malah kata Bu Guru, Reno baiiiik sekali. Makanya Ibu Guru pengen
ketemu mama.” Aku melepas pelukanku dan mengacak rambutnya.
“haaaah...
lega aku!” aku tertawa mendengar suaranya yang betulan seperti terbebas dari beban
berat. “kalau gitu kita bisa jalan-jalan dulu dong Ma sebelum pulang? Aku kan
anak baik” ia nyengir dengan wajah penuh harap.
“Boleeeh...
jarang-jarang Mama bisa jemput ke sekolah gini. Reno mau ke mana?”
“eemm..
apa yaaa...” matanya berkilat penuh pertimbangan. “Oh! Aku mau makan es krim aja,
deh. Yang apa itu namanya... gatel?”
“GELATO?”
aku tergelak. “Oke, tapi habis itu kita nengok papa ke makam, ya. Mama kangen.”
“OKE!”
ia melonjak-lonjak gembira sambil menggenggam tanganku saat berjalan menuju
mobil.
“Oh
iya, tapi kita habisin dulu es krimnya sebelum nengok Papa ya Ma. Nanti Papa
kepingin.”
***
Komentar
Posting Komentar