Benarkah Si Kancil Nakal?

Baru liat video clip Coldplay yang baru: "Paradise". Gajahnya lucu banget (apalagi yang kupingnya pink-polkadot) sekaligus bikin terharu --padahal gue juga ga terlalu yakin maksud lagunya apa. hehee :D. Aaah pokoknya Coldplay selalu juara lah! Ayo dong Om-om konser di sini.




Entah kenapa (mungkin karena tema perbinatangan) sedari awal video ada gajah ngintip dari balik jeruji, gue langsung ingat satu cerpen yang pernah gue buat dengan tema anak-anak. Cerita tentang dongeng kancil yang diinterpretasi ulang (tsaaahhh.... :P).

Selamat menikmati! :) Ditunggu lho kritik dan sarannya. hohoho



Kancil Bukan Anak Yang Nakal
Oleh Anggrita Desyani C


Lampu kamar sudah dimatikan, tetapi Mutti belum bisa tidur. Ia masih memikirkan lomba dongeng di sekolahnya. Mutti ingin ikut lomba itu tetapi belum tahu mau menulis apa.
Tiba-tiba  ia teringat kisah si Kancil yang dibacakan Mama tadi. Tentang hewan yang suka mencuri mentimun, Kancil namanya. Ia suka mencuri metimun di kebun Pak Tani sehingga harus ditangkap.

Hmm… Kenapa Kancil bisa jadi anak yang nakal ya? Hooaahmm… Pikir Mutti, ia sudah mengantuk sekali.
***
Kicau burung yang bersahut-sahutan membangunkan Mutti dari tidurnya. Ia membuka matanya perlahan-lahan, mengerjap-ngerjap karena cahaya matahari yang masuk ke kamarnya sangat terang.

Eh, kok, kasurku berubah menjadi rumput dan daun-daun kering?

Loh loh.. kenapa dinding kamarku berubah menjadi pohon-pohon yang rindang? Pikir Mutti kebingungan.

Mutti mengangkat kedua tangannya untuk meregangkan badan setelah bangun tidur, tetapi yang terlihat malah sepasang kaki yang kecil dan berbulu.  Hah?! Badannya juga berubah menjadi empuk dan dipenuhi bulu berwarna cokelat! Aku kenapaaaa??! Mutti hampir menangis ketakutan. Tiba-tiba didengarnya suara Mama dan Papa sedang mengobrol.

“Mutti, bangun sayang, sudah pagi…” Mutti hafal sekali suara lembut Mama, tetapi mengapa yang ada di depan mata Mutti adalah sepasang kancil? 

Ah, ternyata keluarga Mutti menjelma menjadi keluarga Kancil!

Begitulah, ternyata Mutti berubah menjadi kancil, begitu juga dengan Mama dan Papa. Evelin, sahabat Mutti, berubah menjadi tupai yang lucu dan tidak bisa diam. Koko, sahabat Mutti yang lain berubah menjadi katak yang cerewet.  Semua orang yang Mutti kenal sudah berubah menjadi binatang. Tempat tinggal mereka juga berubah menjadi hutan dengan pohon-pohon yang rindang. Meskipun awalnya bingung, lama-lama Mutti senang tinggal di hutan itu. Tinggal di sana menyenangkan, selalu ada buah dan dedaunan yang bisa dimakan oleh binatang-binatang yang tinggal di dalamnya. Mereka tidak pernah kelaparan.

Hewan-hewan yang tinggal di hutan itu hidup bahagia sampai suatu hari ada suara ribut dalam hutan itu. Mutti mendengar suara pohon yang jatuh berdebam. Ada pula bunyi yang sangat bising. Kata Papa, itu suara gergaji mesin. Tiba-tiba hutan yang damai itu berubah menjadi hiruk pikuk. Saat Mutti dan teman-temannya mengintip ke sumber keributan, ternyata ada serombongan manusia yang datang dan mendirikan rumah di sana.

Pohon-pohon ditebangi. Terkadang ada pula manusia yang membakar lahan di hutan supaya lebih mudah ditanami. Semakin lama, semakin banyak manusia yang mendirikan rumah di hutan tersebut. Hewan-hewan yang tinggal di sana harus menyingkir karena mereka takut pada manusia. Kalau mereka sampai bertemu manusia, mereka harus cepat-cepat lari. Kemarin Mutti mendengar bahwa Rori si ular tersasar ke tempat tinggal manusia dan akhirnya ditangkap. Sekarang binatang-binatang di hutan itu tidak lagi hidup dengan nyaman dan bahagia.

Koko sang Katak tak pernah bernyanyi lagi. Evelin si tupai sekarang lebih suka sembunyi dalam rumah pohonnya yang aman. Bukan hanya rumah mereka yang tergusur, hewan-hewan di sana juga sulit mencari makanan karena banyaknya pohon yang ditebangi. Mereka jadi kelaparan dan sedih.

Sudah beberapa hari Mutti dan keluarganya tidak mendapat makanan, badan mereka yang dulu empuk karena daging kini kurus kering. Tiga hari lamanya mereka berpindah-pindah tempat untuk mencari makanan, tetapi sia-sia.

Malam harinya, Mutti tidak bisa tidur. Ia meringkuk menahan lapar. Tiba-tiba Mutti  mendengar suara ayah dan ibunya berbisik-bisik.

“Kalian pasti kelaparan.. maafkan Papa ya…” suara Papa terdengar sedih dan lelah. “Sebenarnya tadi siang aku menemukan sebuah kebun yang penuh timun di sebelah barat, tidak jauh dari sini. Tetapi mengajak kalian ke sana terlalu berbahaya, keluarga kita bisa ditangkap Pak Tani, Ma…”

Mutti mendengarkan dengan telinga terangkat. Jadi ada kebun mentimun di dekat sini! Perut Mutti langsung berbunyi membayangkan buah mentimun yang segar dan lezat.  Mutti sudah bertekad, ia akan menyelinap ke kebun itu dan membawa pulang beberapa mentimun segar untuk Mama dan Papa. Kalau tidak, dalam beberapa hari saja mereka semua akan mati kelaparan.
***

Setelah memastikan Mama dan Papa sudah tertidur pulas, Mutti berjingkat dengan perlahan sekali. Ia tidak mau membuat suara yang membangunkan Mama dan Papa. Mereka pasti melarang Mutti pergi ke kebun mentimun. Lagipula, ia hanya akan pergi sebentar, petani-petani itu pasti sedang tidur juga. Seharusnya kebun itu aman di malam hari.

Mutti berjalan ke arah barat, sesuai  kata-kata Papa. Benar saja, tidak sampai sepuluh menit berjalan Mutti melihat sinar di kejauhan. Itu pasti lampu rumah Pak Tani! Pikir Mutti gembira. Sudah terbayang olehnya mentimun yang besar dan berair itu. Ia berjalan semakin hati-hati agar petani-petani itu tidak terbangun. Malam itu sepi sekali, hanya ada suara jangkrik yang sesekali terdengar.

Setelah mengendap-endap, akhirnya Mutti sampai di kebun mentimun milik Pak Tani. Buahnya besar-besar sekali. Hmm… bagaimana caranya ia membawa mentimun-mentimun ini nanti ya? Mutti hanya akan membawa tiga buah yang besar untuk dimakan bersama Mama dan Papa.

Hap hap! Mutti mulai menggigiti tangkai mentimun agar terlepas dan bisa dibawa. Ia tidak menyadari bahwa gerakannya membuat pohon itu berbunyi gemerisik.

“TONG TONG TONG!!!” 

Mutti kaget karena tiba-tiba terdengar suara kentongan yang keras sekali. Ia juga melihat obor-obor bergerak dengan cepat. Gawat! Petani-petani itu bangun!

Mutti segera berlari dengan satu buah mentimun yang berhasil ia ambil. Ia harus cepat-cepat kabur. Ternyata karena ketakutan, ia malah berlari ke arah yang salah dan akhirnya terhenti di depan pagar bambu buatan para petani itu. Papa benar, kebun ini terlalu berbahaya bagi binatang. Putus asa, Mutti mencoba memohon pada petani-petani itu.

 “Kami kelaparan Pak Tani! Aku cuma minta sedikit mentimunmu untuk keluargaku…!!” Jerit Mutti sambil menangis.

Sia-sia saja, petani itu tidak mengerti apa yang dikatakan Mutti. Mereka malah mengurung Mutti dalam kurungan bambu. Mutti menangis semakin keras memanggil Papa dan Mama.
***

“Mutti… Mutti… Bangun sayang…”

Rasanya Mutti mendengar suara Mama.

“Mutti, bangun…”

Mutti membuka matanya yang basah oleh air mata. Keringatnya mengucur deras. “Mamaaa…!” Mutti langsung memeluk Mama.

“Hei… tenang sayang… kamu mengigau. Mimpi buruk ya?” Mama mengusap-usap punggung Mutti yang basah oleh keringat.

“Aku berubah menjadi kancil dan ditangkap Pak Tani Maa! Kancil nggak nakal, mereka kelaparan… Rumahnya di hutan digusur manusia…” Mutti menjelaskan mimpinya dengan napas terengah-engah.

“Iya.. iya.. nanti Mutti ceritakan mimpi Mutti ya. Sekarang cuci muka dulu supaya segar…” kata Mama sambil mengusap kening Mutti yang berkeringat.

Mutti mengangguk, tidak lama kemudian ia tersenyum. Sekarang Mutti tahu akan menulis dongeng apa untuk lomba di sekolah.
***

Komentar

Postingan Populer