Sepotong Kue Kacang


Hari ini saya belajar dari sepotong kue kacang.
Bahwa dalam hidup, penting untuk bersyukur dan merasa cukup.
Penting untuk tahu kapan berhenti mencari sesuatu yang lebih baik.
Bahwa tidak ada gunanya terobsesi menemukan sesuatu yang sempurna, karena memang tidak ada.



Jadi, setelah bertahun-tahun menguji coba, akhirnya keluarga kami menemukan resep kue kacang yang kami cari: Manis, gurih, lumer di mulut. Ini rasa yang saya cari sejak kecil.

Kue ini tadinya hanya saya temukan setahun sekali, saat bertandang ke rumah Uyut di Sukabumi. Hanya ketika Lebaran dia menampakkan diri.

Dua tahun lalu akhirnya kami sukses mereplika rasa yang diidamkan sejak dulu. Sensasi wangi, renyah, gurih, dan lumer di mulut sukses kami dapatkan setelah mencoba berbagai resep.
Rahasianya sederhana, kue ini ternyata nikmat karena bersahaja. Cukup campurkan minyak, garam, telur, selai kacang, tepung terigu, dan sedikit baking powder. Tak perlu bahan-bahan mewah.

Tahun ini kami membuatnya lagi. Karena hari ini cukup banyak tenggat pekerjaan, saya hanya kebagian mendandani adonannya dengan olesan kuning telur dan taburan wijen sebelum dipanggang.
Saat berbuka puasa tadi kami mencoba hasilnya dengan semangat. Namun, baru satu gigit saya sudah kecewa. Manis dan gurihnya, sih, sama, tapi wangi selai kacang yang sudah saya bayangkan ternyata tertutup oleh bau mentega.

Rupanya ibu saya coba-coba menambahkan mentega ke adonannya. Bahan yang jauh lebih mewah dari minyak goreng, satu pot berukuran 250 gram saja harganya Rp 80.000. Kami hanya pakai sedikit, tentu saja. Untuk kue-kue lain, tambahan mentega ini memang membuat mereka lebih wangi dan nikmat.  Tapi ternyata tambahan barang mewah tadi tak lantas membuat si kue kacang jadi lebih lezat.

Menambahkan sesuatu yang dianggap lebih enak malah merusak rasa yang tadinya sudah memuaskan kami. Obsesi mencari resep yang lebih baik malah mengganggu apa yang sudah ada dan tadinya baik-baik saja.

Saya kemudian menangis di kamar mandi.

Bukan, bukan semata perkara kue kacang. Tapi ini mengingatkan saya akan seseorang yang pergi karena tak puas dengan yang sudah dia miliki: Kami.



Bogor, 20 Mei 2020
20.28 WIB

Komentar

Postingan Populer